24 November 2009

Komponen Pembelajaran Kontekstual (CTL)

Komponen Pembelajaran Kontekstual (CTL)

Tujuh pijat/komponen pembelajarankontekstual

1. Kontruktivisme (Contructivism)

Konstruktivisme adalah teori belajar yang menyatakan bahwa orang menyusun atau membangun pemahaman mereka dari pengalaman-pengalaman baru berdasarkan pengetahuan awal dan kepercayaan mereka.

Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang ghasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong.

Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,konsep,atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna makna melalui pengalaman nyata.

Seorang guru kontruktivis butuh mempelajarai budaya, pengalaman hidup dan pengetahuan, serta kemudian menyususn pengalaman belajar yang memberi siswa kesempatan baru memperdalam pengetahuan itu dalam cara yang menantang kepercayaan yang ada padanya. Pemahaman konsep yang mendalam dikembangkan melalui pengalaman-pemgalaman belajar autentik dan bermakna di mana guru mengajukan pertanyaan kepada siswa untuk menantang berpikir.

Landasan brepikir kontruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan kontruktivi, “strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan”.

Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan:

· Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan dengan siswa,

· Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan

· Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

2. Menemukan (Inquiri)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Topik mengenai Hewan Mamalia misalanya, sudah seharusnya ditemukan sendiri oleh siswa, bukan ‘menurut buku’.

Siklus inquiri:

· Observasi (Observation)

· Bertanya (Questioning)

· Mengajukan dugaan (Hipotesis)

· Pengumpulan Data (Data Gathering)

· Penyimpulan (Conclusion)

Inquiri tidak hanya bias diterapkan pada semua bidang tidak hanya pada pelajaran IPA. Misalnya pada pelajaran : Bahasa Indonesia (mnemukan cara menulis paragraph deskripsi yang indah), IPS (membuat sendiri bagan silsilah raja-raja), PPKN (menemukan prilaku baik dan prilaku buruk warga Negara). Kata kunci dari strategi inquiri adalah ‘siswa menemukan sendiri’.

3. Bertanya (Questioning)

Merupakan strategi utama pembelajaran yang brebasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai keterampilan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri.

Bagaimana penerapannya di kelas? Hampir semua aktivitas belajar, questioning dapat diterpkan : antara siswa dengan siswa, antar guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan di kelas.

4. Masyarakat belajar (Learning Community)

Hasil belajar diperoleh dari ‘sharing’ antara teman, antar kelompok, dan antara yangb tahu ke yang belum tahu.

Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksankan pembelajaran dalam kelompok yang anggotanya heterogen.

Masyarakat belajar bias terjadi apabila ada respon komunitas dua arah. Seorang guru yang mengajari siswanya bukan contoh masyarakat belajar karena komunikasi hanya terjadi satu arah.

5. Pemodelan (modeling)

Pemodelan dimaksudkan bahwa sebuah pembelajran keterampilan arau pengetahuan tertentu, ada model yang bias ditiru. Model itu bias berupa cara mengeporasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olahraga, contoh karya tulis, cara melafalkan bahas inggris, dsb. Atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Dengan begitu, guru member model tentang ‘ bagaiman cara belajar’.

Contoh praktek pemodelan di kelas:

· Guru olahraga member contoh berenang gaya kupu-kupu di hadapan siswa.

· Guru PPKN mendatangkan seorang veteran kemerdekaan ke kelas, lalu siswa diminta bertanya jwab dengan took itu.

· Guru biologi mendemostrasikan cara penggunaan mikroskop.

· Guru bahasa Indonesia menunjukkan teks berita Harian Pare Pos, Fajar, dsb, sebagai model pembuatan berita.

6. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang kita lakukan di masa lalu.

Realisasi di kelas: pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi, dapat berupa:

· Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu

· Catatan atau jurnal di buku siswa

· Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu

· Diskusi

· Hasil karya

7. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Hal ini perlu agar guru bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar.

Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir periode (cawu/semester) pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar (seperti EBTA/EBTANAS), tetapi dilakukan bersama dengan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran.

Data yang dikumpulkan bukan untuk memperoleh informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran bukan untuk ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran, melainkan ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning hou to learn). Data dikumpulkan dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakuakan proses pembelajaran.

Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melulu hasil. Kemampuan siswa menggunakan bahasa inggris adalah yang utama dan bukan kemampuan menjawab tes bahasa inggris. Siapa yang pintar cas-cis-cus, dialah yang nilainya tinggi, bukan hasil ulangan tentang grammarnya. Data yang diperoleh seperti ini adalah data autentik dan penilaiannya adalah penilaian autentik. Penilaian tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman atau orang lain.

Karakteristik autehentic assessment:

· Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran

· Bisa digunakan untuk formatuf maupun sumatif

· Yang diukur penampilan dan pormasi, bukan mengingat fakta

· Berkesinambungan

· Terintegrasi

· Dapat digunakan sebagai feed back

Hal-hal yang bisa digunakan dasar menilai:

1) Priyek/kegiatan dan laporan

2) PR

3) Kuis

4) Karya siswa

5) Presentasi atau penampilan siswa

6) Demonstrasi

7) Laporan

8) Jurnal

9) Hasil tes tulis

10) Karya tulis

Intinya, dengan authtentic assessment harus menjawab pertanyaan: Apakah anak-anak belajar?, bukan “apa yang sudah diketahui?”.

0 komentar:

Posting Komentar