Model Pembelajaran Kontekstual (CTL)
a. Pengajaran langsung
Model pengajaran langsung memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
1. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian hasil belajar.
2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.
3. System pengelolaan dan lingkungan belajar, model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran.
Pada model pengajaran langsung terdapat lima fase yang yang sangat penting. Guru mengawali pengajaran dengan menjelaskan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru.
Fase persiapan dan motivasi ini kemudian diikuti oleh presentasi materi ajar yang diajarkan atau demonstrasi keterampilan tertentu. Pengajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan latihan dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan siswa. Pada fase pelatihan dan pemberian umpan balik tersebut, guru selalu perlu mencoba memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengatahuan atau keterampilan yang dipelajari ke dalam situasi nyata. Kelima fase ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Fase | Perana Guru |
1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa | Guru menjelaskan TPK, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pembelajaran, mempersipakan siswa untuk belajar. |
2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketempilan | Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar atau menyajikan informasi tahap demi tahap |
3. Membimbing pelatihan | Guru merencanakan dan memberikan pelatihan awal |
4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik | Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas umpan balik, member umpan balik |
5. Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan | Guru memberikan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih komplelks dalam kehidupan sehari-hari |
b. Pengajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setipa anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif-kontrukstivis. Hal ini terlibat pada salah satu teori Vygotsky, yaitu tentang penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya dalam percakapan atau kerja sama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap kedalam individu tersebut. Implikasi dari teori Vygotsky ini dikehendakinya susunan berbentuk pembelajaran kooperatif.
Penerapan pembelajaran kooperatif ini juga sesuai dengan yang dikehendaki oleh prinsip-prinsip CTL, yaitu tentang Learning Community.
Model permbelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pembelajaran lengsung. Disamping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan social siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengemban model ini menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma belajar anak muda sebenarnya tidak menyukai siswa-siswa yang ingin menonjol secara akademik.
Robert Slafin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah norma ini melalui penggunaan pembelajaran koopertif. Disamping mengubah yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik siswa kelompok bahwa maupun kelompok atas bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkatkan kemampuan akademiknya karena member pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat dalam materi tertentu.
Tujuan lain dari pengembangan kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dalam kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantungan satu sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam. Sementara itu, banyak anak mudah dan orang dewasa kurang dalam keterampilan social. Situasi ini dibiktikan denga begitu sering pertikaian kecil antar individu dapat mengakibatkan tidak kekerasan betapa sering orang mengatkan ketidakpuasan pada saat diminta untuk nekerja dalam situasi kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangn dengan mengembangkan komunikasi antara anggota kelompok sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antara kanggota kelompok selama kegiatan.
Keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Keterampilan kooperatif tingkat awal meliputi:
a. Menggunakan kesepakatan
b. Menghargai kontribusi
c. Mengambil giliran dan berbagai tugas
d. Berada dalam kelompok
e. Beradu dalam tugas
f. Mendorong partisipasi
g. Mengundang orang lain untuk berbicara
h. Menyelesaikan tugas pada waktunya
i. Menghomati perbedaan individu
2. Keterampilan kooperatif tingkat menengah meliputi:
a. Menujukkan penghargaan dan simpatik
b. Mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima
c. Mendenganrkan dengan aktif
d. Bertanya
e. Membuat ringkasan
f. Menafsirkan
g. Mengatur dan mengorganisir
h. Menerima tanggung jawab
i. Mengurangi ketegangan
3. Keterampilan koopertaif tingkat mahir meliputi:
a. Mengelaborasi
b. Memeriksa dengan cermat
c. Menanyakan kebenaran
d. Menetapkan tujuan
e. Berkompromi
Dalam tingkah laku mengajar (sintaks) terdapat enam langkah utama atau tahapan didalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran dimulai dengan grur menyampaikan tujuan pembalajaran dan memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti oleh perjanjian informasi, seringkali dengan bacaan dari pada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar, tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaiakn tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberikan penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. Keenam fase pembelajaran kooperatif dapat terangkum pada tabel berikut ini:
Fase-fase | Tingkah Laku Guru |
Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa | Guru menyampaiakn semua tujuan pengajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. |
Fase 2 Menyajikan informasi | Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. |
Fase 3 Mengorganisasi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar | Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. |
Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar | Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. |
Fase 5 Evaluasi | Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. |
Fase 6 Memberikan penghargaan | Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya maupun hasil belajar individu kelompok. |
Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang yang harus dipelajari dan bagaimana memperlajarinya. Guru menerapkan satu struktur tingkat tinggi dalam pembentukan kelompok dan mendefenisikan semua prosedur, namun siswa diberi kebebasan dalam mengendalikan dari wakru ke waktu didalam kelompoknya. Jika pelajaran yang lengkap harus tersedia di ruang guru atau di perpustakaan atau dipusat media. Keberhasilan juga menghendaki sarat dari menjauhkan kesalahan tradisonal yaitu secara ketat mangelola tingkah laku siswa dalam kerja kelompok.
Selain unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, model ini sangat berguna untuk membantu siswa membutuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kritis dan kemampuan membantu teman.
c. Pengajaran Berdasarkan Masalah (Promblem Based Intruction/PBI)
Secara garis besar PBI terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna serta dapat memberikan kemudahan kepada mereka unutk melakukan penyelidikan dan inquiri. Peranan guru dalam PBI adalah mengajukan masalah, memfasilitasi penyelidikan dan dialog siswa, serta mendukung belajar siswa. PBI diorganisasikan disekitar situasi kehidupan nyata menghindari jawaban sederhana dan mengandung berbagai pemecahan yang bersaing. Adapun cirri-ciri utama PBI meliputi suatu pengaduan pertanyaan atau masalah, suatu pemusatan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerja sama, serta mengahasilakan karya dan penghargaan.
Model pengajaran ini sangat efektif untuk mengajarkan proses-proses berpikir tingkat tinggi, membantu siswa memproses informasi yang telah dimilikinya, dan membantu siswa membangun sendiri pengetahuannya tentang dunia social dan fisik disekelilingnya. Pengajaran berdasarkan permasalahan bertumpuk pada psikologi kognitif dan pandangan para kontruktivis mengenai belajar. Model pengajaran ini juga sesuai dengan yang dikehendaki oleh prinsip-prinsip CTL, yaitu inquiri, kontruktivisme, dan menekankan pada berpikir tingkat lebih tinggi.
PBI tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. PBI utamanya dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan meraka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadi pembelajaran yang otonom dan mandiri.
PBI biasanya terdiri dari lima tahap utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisi hasil kerja siswa. Jika jangkauan masalahnya tidak terlalu kompleks, maka kelima tahap tersebut mungkin dapat diselesaiakan dalam waktu dua sampai tiga kali pertemuan. Namun, untuk maslah-masalah yang kompleks mungkin membutuhkan waktu setahun penuh untuk menyelesaikannya. Kelima tahap tersebtu diuraiakn pada tabel berikut:
Fase-fase | Tingj[kah Laku Guru |
Fase 1 Orientasi siswa kepada masalah | Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logesistik yang dibutuhkan, motivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah. |
Fase 2 Mengoorganisasikan siswa untuk belajar | Guru membantu siswa mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. |
Fase 3 Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok | Guru mendorong siswa unutk menentukan informasi yang sesuai, melaksanakan eksprimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. |
Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya | Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya. |
Fase 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah | Guru membantu siswa untuk refleksi atau evaluasi terhadap penyalidikan mereka dan proses-proses yang mereka guanakan. |
Tidak seperti lingkungan belajar yang terstruktur secara ketat seperti dibutuhkan untuk pembelajaran langsung atau penggunaan yang hati-hati kelompok kecil pada pembelajaran kooperatif, lingkungan belajar dan system menagemen apda PBI dibicarakan oleh : terbuka, proses demokrasi, peranan aiawa aktif.
Dalam kenyataan, keseluruhan proses membantu siswa untuk menjadi mandiri, siswa yang otonom mempercayai pada keterampilan intelektual mereka sendiri, memerlukan keterampilan aktif dalam lingkungan berorganisasi inquiri yang aman secara intelektual. Meskipun grur dan siswa melakukan tahapan pembelajaran PBI yang terstruktur dan dapat diprediksi, norma disekitar pelajaran adalah norma inquiri terbuka dan bebas mengemukakan pendapat. Lingkungan belajar menekankan pada peranan sentarl siswa bukan guru.
0 komentar:
Posting Komentar